Kiyai Syafi `i Hadzami (w1427H)

Lahir dengan nama Muhammad Syafi `i di 31 Januari 1931. Anak sulung pasangan Muhammad Saleh Raidi dan Nyonya Mini. Hadzami adalah gelaran yang diberikan sebelum usianya mencapai 30 tahun oleh para ulama senior waktu itu karena keakuratannya dalam membaca, memahami, menghadam dan menjelaskan nash-nash yang rumit. 


Perjalanannya menimba ilmu agama sungguh lama dan mengagumkan. Mulai belajar al-Quran dan tajwid dengan nendanya, Kiyai Husain, di samping turut belajar KH Abdul Fattah, Ustaz Sholihin, KH Ya'qub Sa `idi, Habib 'Ali bin Husain al-Aththas dan ramai lagi ulama cadangan umat waktu itu. Ia sering disebut sebagai ulama yang multidisipliner karena penguasaannya dalam berbagai bidang ilmu seperti ilmu tauhid, fiqh, tasawwuf, tafsir, hadis, qiraah, usul fiqh, usul tafsir, mustholah hadits, nahwu dan balaghah. Ia adalah seorang ulama yang khumul, yang giat melaksanakan tugas mengemudi umat ke arah kebenaran tanpa perlu disanjung. 


Ia mengasuh 36 ta'lim di seantero Jakarta yang dilaksanakannya dengan istiqamah. Bahkan setengah jam sebelum kembali ke rahmatullah, beliau masih mengajar di Masjid Ni'matul Ittihad, Pondok Pinang, Jakarta Selatan yang diasuhnya sejak 1984. Meskipun khumul menjadi pakaiannya, beliau tetap dikenal tokoh dan ulama lokal dan luar negeri. Ulama-ulama terkemuka dari Timur Tengah pun mengetahui luas dan kedalaman ilmunya. Almarhum Syaikh Yaasin bin 'Isa al-Fadani, ulama Makkah yang terkenal bahkan disebut " Musnidud Dunya ", sangat menyanjung beliau. 


Dalam satu kunjungan Syaikh Yaasin ke Jakarta, beliau kesempatan memberikan ijazah kitab hadis dan para ulama terkemuka di Jakarta berkumpul karena ingin mendapatkan ijazah dari beliau termasuk Kiyai Syafi `i. Satu per satu para ulama disebut untuk menerima ijazah dari Syaikh Yaasin. Sehingga selesai acara, semua ulama tersebut mendapat ijazah dari Syaikh Yaasin kecuali Kiyai Syafi `i. Rupanya Syaikh Yaasin tidak merasa enak untuk memberikan ijazah kepadanya dan menganggapnya sebagai murid.Walaupun Kiyai Syafi `i sendiri menunggu-nunggu kesempatan itu dan sangat ingin dianggap murid oleh Syaikh Yaasin. Demikianlah penghargaan dan penghormatan yang diberikan kepadanya. 


Kiyai Syafi `i meninggalkan beberapa karangan yang berbobot antaranya" al-Hujjajul Bayyinah "yang disiapkannya pada tahun 1960 dan ditunjukkannya kepada gurunya Habib 'Ali bin' Abdur Rahman al-Habsyi @ Habib Ali Kwitang. Setelah membacanya, Habib 'Ali Kwitang bukan saja memuji dan memberikan rekomendasi, bahkan turut menghadiahkan sebuah al-Quran, tasbih dan Rp5, 000 kepadanya. Pada usianya 25 tahun, beliau menulis sebuah kitab bermutu yang memuat metode-metode pembacaan Al Qur'an menurut Imam Warasy dengan jodol " Sullamul 'Arsy fi Qiraat Warasy ". Wafatnya beliau pada pagi 7 Mei 2006 bersamaan 9 Rabi `uts-Tsani 1427 dalam usia 75 tahun merupakan satu kehilangan bagi kita. Muridnya KH Saifuddin Amsir saat pemakaman almarhum berbicara atas nama para murid almarhum menyebut: -
"Ia memiliki keikhlasan, ketawadhuan dan kearifan seorang guru. Ia bukan hanya pengajar, melainkan juga mursyid dan murabbi .... Kita memiliki universitas-universitas agama dengan bangunan yang membuat orang berdecak kagum. Tetapi dapatkah institusi itu menjamin sebuah kurikulum agama yang dapat menjawab persoalan-persoalan agama sebanyak yang dapat dijawab oleh KH Syafi `i Hadzami ?.... Meski sekilas wafatnya beliau hanya menunjukkan kepergian seorang alim, sesungguhnya kita telah kehilangan sesuatu yang sangat besar dan berharga. Wafatnya beliau berarti juga runtuhnya sebuah universitas. Sepanjang pengabdiannya, beliau menyediakan berbagai ilmu yang dibutuhkan umat, seperti fiqih, ilmu kalam, ulumul-Quran, tafsir, hadis, ulumul hadis, ilmu alat dan berbagai ilmu keislaman lainnya. Semua itu dikuasainya dengan sangat mendalam. Sungguh, kita telah kehilangan sebuah universitas , dan membangunnya kembali sungguh pekerjaan yang sangat berat. "